Yogyakarta — Program Magister Manajemen Bencana Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada kembali menyelenggarakan seminar hasil penelitian mahasiswa, kali ini menghadirkan pemaparan dari Stella Mariska Yuncie yang mengangkat tema tata kelola multi-level dalam penanganan darurat kekeringan di Kabupaten Bekasi. Penelitian ini berangkat dari kecenderungan meningkatnya kejadian kekeringan di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir, dengan data BNPB menunjukkan fluktuasi signifikan antara 2019 hingga 2024. Kondisi tersebut mendorong kebutuhan evaluasi yang lebih mendalam terhadap koordinasi lintas sektor dan respons darurat di tingkat daerah.
Dalam paparannya, Stella menunjukkan bahwa penanganan kekeringan tidak hanya bertumpu pada kapasitas teknis, tetapi juga ditentukan oleh bagaimana lembaga pemerintah, sektor air dan pertanian, komunitas lokal, hingga aparat keamanan berinteraksi melalui tujuh indikator utama tata kelola multi-level. Indikator tersebut mencakup kelembagaan, komando terpadu darurat, pendanaan darurat, penguatan kapasitas, manajemen teknologi dan informasi, partisipasi masyarakat, serta mekanisme pemantauan dan evaluasi. Melalui rangkaian wawancara mendalam dengan BPBD, perangkat dinas teknis, Perumda Tirta Bhagasasi, aparat wilayah, serta komunitas, penelitian ini memetakan dinamika koordinasi, kesenjangan operasional, serta potensi penguatan sistem yang belum sepenuhnya terintegrasi.
Stella menjelaskan bahwa kerangka regulasi sebenarnya telah tersedia, namun sejumlah hambatan membuat implementasi penanganan kekeringan di Bekasi masih bersifat insidental dan belum sepenuhnya bertransformasi menjadi sistem yang adaptif. Fragmentasi kewenangan antara sektor air dan pertanian, ketergantungan besar pada suplai air dari Perumda, serta belum optimalnya fungsi pos komando darurat menjadi beberapa tantangan utama yang ditemukan. Di sisi lain, modal sosial komunitas dan jejaring relawan di tingkat lokal terbukti memainkan peran penting sebagai jembatan komunikasi hingga distribusi bantuan ketika kekeringan mencapai tahap darurat.
Hasil penelitian ini juga menyoroti pentingnya integrasi data dan informasi kebencanaan, terutama dalam merespons ancaman kekeringan yang semakin dipengaruhi oleh dinamika iklim. Perbaikan sistem pelaporan dan integrasi data berbasis spasial direkomendasikan sebagai langkah untuk memperkuat deteksi dini serta pengambilan keputusan operasional. Stella menekankan bahwa penguatan tata kelola tidak hanya membutuhkan regulasi, tetapi juga mekanisme pembelajaran berkelanjutan melalui evaluasi pascad darurat yang selama ini cenderung bersifat administratif.
Dalam sesi diskusi, pembimbing dan penguji memberikan apresiasi terhadap kedalaman analisis yang ditampilkan serta penggunaan kerangka multi-level governance yang komprehensif. Penelitian ini dinilai memberikan kontribusi penting dalam mendorong perumusan kebijakan yang lebih adaptif, termasuk usulan pembentukan financing framework kekeringan, integrasi rencana kontinjensi ke dalam operasi darurat, serta pelembagaan peran komunitas sebagai mitra strategis pemerintah daerah.
Seminar hasil yang berlangsung lancar tersebut menandai tahap akhir dari proses penelitian Stella. Temuan dan rekomendasi yang disampaikan diharapkan dapat menjadi referensi bagi pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lainnya dalam memperkuat tata kelola penanganan kekeringan, khususnya menghadapi potensi peningkatan risiko akibat perubahan iklim.