Sebagai upaya memperluas perepektif terkait praktik manajemen bencana di Indonesia, Prodi Magister Manajemen Bencana secara rutin menghadirkan pengajar tamu dari kalangan praktisi sebagai bagian dari kurikulum. Sehubungan dengan hal tersebut, pada hari Selasa, 15 Oktober, bertempat di ruang sidang C lantai 5 gedung Sekolah Pascasarjana, hadir Prof. Dr. Syamsul Maarif, M.Si mengisi mata kuliah Sosiologi Bencana dan Pemberdayaan Masyarakat. Bagi yang berkecimpung di dunia manajemen bencana, beliau bukan sosok yang asing. Syamsul Maarif adalah Mayjen purnawirawan TNI AD yang pernah menjabat sebagai Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana pertama (periode 2008-2015).
Sekilas tentang Prof. Syamsul Maarif
Bukan tanpa alasan Prof. Syamsul Maarif diberikan kepercayaan sebagai Kepala BNPB saat lembaga yang bertugas menanggulangi bencana tersebut pertama kali dibentuk. Beliau telah banyak terlibat dalam kerja-kerja penanggulangan bencana saat masih bertugas di kemiliteran. Di antaranya saat bencana tsunami melanda Aceh pada 2004 hingga peristiwa gempa Jogja di tahun 2006—dua momentum yang mendorong lahirnya UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Sebelum menjabat Kepala BNPB, beliau dilantik sebagai Kepala Pelaksana Harian Badan Koordinasi Penanggulangan Bencana. Saat lembaga tersebut akhirnya dibentuk pada 2008, Syamsul Maarif diangkat menjadi kepala dengan posisi setingkat menteri. Pada tahun 2017, beliau memperoleh gelar profesor di bidang kebencanaan dari Universitas Pertahanan.
Hidup Harmonis dengan Bencana
Pada awal perkuliahan, mahasiswa Magister Manajemen Bencana diminta melakukan pembacaan ulang atas definisi bencana menurut UU No. 24 Tahun 2007. Prof. Syamsul Maarif kemudian meminta mahasiswa melihat bagaimana paradigma manajemen bencana Indonesia berangkat dari definisi yang dibangun oleh Undang-Undang tersebut. Beliau menekankan pentingnya mitigasi yang berangkat dari penguatan kapasitas.
Sebagai negara yang terletak di jalur cincin api, bencana adalah hal yang niscaya. Oleh karenanya, pada saat menjabat sebagai Kepala BNPB, Prof. Syamsul mengajukan konsep “Living in Harmony with Disaster”. Konsep ini menekankan pada pentingnya mengenali, memahami, dan beradaptasi dengan bencana sebagai bagian integral dari lingkungan tempat manusia tinggal. Pada tingkatan tertentu, bencana tidak dapat dihilangkan atau dihindari, sehingga mitigasi bencana menjadi hal yang perlu diintegrasikan dalam hidup masyarakat sebagai upaya harmonisasi dengan alam.
Di sinilah pentingnya penguatan kapasitas, utamanya pada tingkatan lokal dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Dalam rangka mewujudkan ini, BNPB mengembangkan konsep Desa Tangguh Bencana (Destana) yang secara formal dikukuhkan lewat Peraturan Kepala BNPB Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Desa/Kelurahan Tangguh Bencana. Dengan pendekatan partisipatif, masyarakat diharapkan bisa lebih memahami ancaman di sekitar mereka, sekaligus turut terlibat aktif dalam upaya mitigasi.
Pengarusutamaan Mitigasi Bencana
Prof. Syamsul juga menekankan pentingnya menanamkan kerangka berpikir berbasis kebencanaan kepada masyarakat, dan mahasiswa Magister Manajemen Bencana diharapkan bisa menjadi agen yang mendukung upaya pengarusutamaan kerangka berpikir ini. Dengan pendekatan multidisiplin, harapannya dapat terbentuk pemahaman yang holistik mengenai pendekatan ideal kepada masyarakat dengan berangkat dari konteks masing-masing daerah.