
Yogyakarta, 21 Juli 2025 — Ancaman banjir lahar yang mengintai kawasan lereng Gunung Marapi menjadi fokus dalam Seminar Proposal Tesis yang disampaikan oleh Fadhly Zul Akmal, mahasiswa Magister Manajemen Bencana (MMB) Universitas Gadjah Mada. Seminar ini dilangsungkan di Ruang 410, Gedung Sekolah Pascasarjana UGM, dengan dihadiri oleh dosen pembimbing utama Prof. Ir. Joko Sujono, M.Eng., Ph.D., dan pembimbing pendamping Dr. Nugroho Christanto, M.Si., serta mahasiswa MMB dari berbagai angkatan.
Dalam proposal berjudul “Integrasi Pemodelan Bahaya Banjir Lahar Gunung Marapi dan Evaluasi Kesiapan Evakuasi Masyarakat pada Sub-DAS Batang Malana,” Fadhly menyoroti pentingnya pendekatan terpadu antara analisis bahaya dan kesiapsiagaan masyarakat. Sub-DAS Batang Malana, yang terletak di Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, dikenal sebagai wilayah yang rawan terdampak aliran banjir lahar karena aktivitas vulkanik Gunung Marapi yang masih aktif serta intensitas hujan tinggi.
Berdasarkan studi literatur dan data dari BPBD Tanah Datar, banjir lahar hujan menjadi ancaman nyata akibat akumulasi material piroklastik di sekitar hulu sungai. Untuk itu, Fadhly mengusulkan metode kuantitatif dengan menggabungkan pemodelan hidrologi dan hidraulika (menggunakan HEC-HMS dan HEC-RAS), serta evaluasi kesiapan evakuasi masyarakat melalui penyebaran kuesioner berbasis indikator Sendai Framework dan LIPI-UNESCO/ISDR.
Proposal penelitian ini mencakup empat tujuan utama: (1) memetakan karakteristik bahaya banjir lahar, (2) mengevaluasi tingkat kesiapan evakuasi masyarakat, (3) mengintegrasikan kedua komponen tersebut dalam analisis spasial, dan (4) menyusun rekomendasi strategi mitigasi berbasis data. Adapun untuk mendukung keakuratan data, Fadhly menggabungkan data sekunder (curah hujan, tutupan lahan, geomorfologi, jenis tanah, dan peta topografi) serta data primer melalui survei kepada masyarakat dengan metode stratified purposive sampling. Pemrosesan data dilakukan dengan pendekatan spatial cross-correlation analysis untuk mengidentifikasi wilayah yang memiliki tingkat bahaya tinggi namun tingkat kesiapan evakuasi rendah.
Dalam pemaparannya, Fadhly menekankan bahwa pemahaman spasial terhadap interaksi antara bahaya fisik dan kapasitas sosial sangat penting dalam perencanaan mitigasi bencana. Wilayah yang tergolong berisiko tinggi tetapi tidak siap secara sosial menjadi prioritas utama untuk intervensi struktural maupun nonstruktural. Diharapkan, hasil akhir dari penelitian ini mampu memberikan kontribusi signifikan bagi upaya pengurangan risiko bencana di wilayah rawan erupsi vulkanik seperti Marapi, sekaligus memperkuat sistem peringatan dini dan mekanisme evakuasi masyarakat secara partisipatif.