
Program Studi Magister Manajemen Bencana Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada baru saja menggelar seminar hasil penelitian mahasiswa Jacqueline Clara Bakarbessy pada Rabu, 21 Mei 2025. Penelitian berjudul “Kecerdasan Semiotik Masyarakat Negeri Waai terhadap Bencana Gempa Bumi di Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku” menjadi sorotan karena mengangkat dimensi kultural dan filosofis dalam kesiapsiagaan masyarakat adat terhadap bencana alam. Didampingi oleh dua dosen pembimbing, Prof. Ir. Joko Sujono, M.Eng., Ph.D. dan Prof. Dr. Sri Rum Giyarsih, M.Si., Jacqueline memaparkan bagaimana masyarakat adat Negeri Waai membentuk sistem pengetahuan kolektif yang mampu merespons bencana secara cepat dan kontekstual, jauh sebelum adanya intervensi dari sistem peringatan modern.
Penelitian ini menyoroti peristiwa gempa bumi yang mengguncang Maluku Tengah pada 26 September 2019. Jacqueline menemukan bahwa masyarakat Negeri Waai telah mendirikan tenda pengungsian sehari sebelum bencana terjadi, berbekal pemahaman terhadap tanda-tanda alam dan pengaruh spiritualitas yang kuat dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pemaparan hasil seminar, Jacqueline menjelaskan bahwa kecerdasan semiotik, yakni kemampuan masyarakat dalam membaca dan menafsirkan tanda-tanda alam, berakar pada tiga aspek utama: kosmologi, epistemologi, dan aksiologi masyarakat adat. Kosmologi mereka menempatkan manusia sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari alam semesta yang hidup, sementara epistemologi mereka bertumpu pada pengetahuan lokal yang diwariskan melalui tradisi lisan dan praktik spiritual. Adapun aksiologi atau sistem nilai masyarakat Waai memperkuat ikatan sosial dan solidaritas kolektif dalam menghadapi ancaman.
Membaca Tanda Alam sebagai Bentuk Kesiapsiagaan
Seminar ini juga memperlihatkan bagaimana tanda-tanda alam seperti kemunculan katak coklat dan tokek yang masuk rumah berulang kali, burung laut yang bermigrasi ke gunung, serta ayam yang naik ke atas pohon, dibaca oleh masyarakat sebagai pertanda akan datangnya gempa bumi. Tidak hanya itu, melalui mimpi dan penglihatan, beberapa tokoh masyarakat bahkan memprediksi tanggal kejadian bencana secara tepat, yakni 26 September. Kesadaran ini kemudian diterjemahkan ke dalam tindakan konkret melalui ritual “kunci negeri”, sebuah tradisi adat yang bertujuan untuk menangkal bencana dan memperkuat perlindungan komunitas. Masyarakat juga menggunakan sistem komunikasi tradisional dari mulut ke mulut secara efektif untuk menyebarkan informasi tanpa menciptakan kepanikan.
Dalam kesimpulan penelitiannya, Jacqueline menekankan pentingnya mengintegrasikan kearifan lokal dalam sistem manajemen bencana nasional. Ia merekomendasikan perlunya pendekatan interdisipliner yang melibatkan antropologi, sosiologi, dan studi lingkungan dalam penelitian kebencanaan. Selain itu, ia juga mendorong dilakukan studi komparatif antara komunitas adat lain di Indonesia guna memahami pola respons berbasis budaya terhadap bencana. Menurutnya, spiritualitas masyarakat adat tidak hanya layak dihargai sebagai tradisi, tetapi juga sebagai dasar ilmu pengetahuan dan aksi nyata dalam mitigasi bencana.